sejarah berdirinya Kelenteng See Hin Kiong Padang



Sulit diketahui sejak kapan kelenteng pertama kali didirikan di Indonesia, akan tetapi diperkirakan sudah ada sejak imigran Tionghoa datang ke Nusantara. Sebagai pendatang, imigran Tionghoa cenderung berkelompok dan membangun kelenteng untuk beribadah dan berkumpul terutama di Palembang dan sepanjang Pesisir Pantai Utara Pulau Jawa seperti Banten, Cirebon, Tuban, dan Gresik.[1]
Pada awalnya kelenteng adalah tempat penghormatan pada leluhur atau penghormatan pada dewa saja, namun seiring dengan perkembangannya, kelenteng mulai dijadikan sebagai tempat berkegiatan sosial dan pengembangan kebudayaan. Kebanyakan permukiman Tionghoa selalu dilengkapi dengan bangunan kelenteng. Dengan masuknya pendatang Tionghoa ke Padang mengakibatkan pengadaan kelenteng sangat diperlukan.
Kepercayaan masyarakat Tionghoa cenderung melandaskan pembangunan kelenteng berpedoman pada apa yang disebut Fengshui.[2] Landasan ini bertujuan agar tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi yang memakai atau menempatinya. Fengshui merupakan salah satu dari lima seni Tiongkok kuno yang sampai sekarang banyak dipraktekkan, yaitu gunung (Shan) yang bertujuan untuk mencapai umur panjang melalui meditasi dan latihan fisik, pengobatan (Yi), pembacaan nasib (Ming), pemujaan (Bu), dan pengamatan fisik (Xiang) yang merupakan seni yang bertujuan untuk mengetahui suatu keadaan berdasarkan bentuk fisik yang ada. Fengshui bertujuan untuk membaca bentuk fisik rumah dan mengatahui pengaruh rumah tersebut terhadap orang yang tinggal didalamnya.[3]
 Dari beberapa unsur bangunan dan ornamen kelenteng terdapat gaya arsitektur dari bangunan masyarakat Indonesia, terutama dalam bentuk atapnya yang dihiasi ornamen seperti naga dan burung. Seperti pada gaya arsitektur dalam relief-relief percandian Zaman Majapahit. Jelas sekali adanya pengaruh Tionghoa pada Seni Bangunan.[4]
Kelenteng See Hin Kiong merupakan kelenteng tertua di Padang dan satu-satunya kelenteng yang ada di Padang yang berada di Jl. Kelenteng No.312, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Dari segi strategis Kelenteng See Hin Kiong berada pada 0′ 57′ 44.1′′ arah selatan dan 100′ 21′ 44.0′′ arah barat. Akses ke kelenteng pun sangat mudah, berada di pinggir jalan raya kota di areal pusat pertokoan dan permukiman padat dan dapat diakses dengan kendaraan roda dua atau roda empat. Kelenteng See Hin Kiong berada pada lahan seluas 27.3x20.5 (559,65 m2) dan bangunan kelenteng berukuran 15.5x15.5 (240,25 m2). [5]

kelenteng See Hin Kiong tahun 1880

Pada mulanya kelenteng yang didirikan pada tahun 1841 ini bernama Kelenteng Kwan Im Teng. Kelenteng ini dibangun oleh suku Tjiang dan Tjoan Tjioe yang berasal dari Tiongkok. Bukti pendirian dapat dilihat melalui tulisan yang tertera dilonceng (genta) pertama yang terletak di tengah-tengah bangunan kelenteng tersebut. Pada mulanya kedatangan suku Tjiang dan Tjoan Tjioe ke Padang untuk berniaga (dagang). Walaupun kelenteng ini didirikan oleh suku Tjiang dan Tjoan Tjiu, namun kelenteng ini dapat digunakan untuk semua masyarakat Tionghoa dari suku yang berbeda yang ada di Padang.[6]
Kelenteng See Hin Kiong merupakan bangunan dari kayu dengan atap yang terbuat dari seng. Pada tahun 1861, karena kelalaian dari Sae Kong (pandita)[7] terjadilah kebakaran sehingga kelenteng tersebut menjadi abu. Pada masa Lie Goan Hwat menjadi kapten, ia bersama dengan Letnan Lie Lien It serta Letnan Lim Sun Mo sepakat untuk membangun kembali Kelenteng yang telah terbakar.
Setelah bermufakat, Lie Goan Hoat berkata:
“Segala pekerjaan wajib di lanjutkan dan tidak akan disia-siakan, sekarang Kwan Im Teng sudah terbakar, karena itu haruslah didirikan kembali yang baru tetapi ongkosnya amat besar, bagaimanakah akan berbuat?”

Adanya keputusan rapat antara Lie Goan Hoat dengan Letnan Lie Lien It serta Letnan Lim Sun Mo Kelenteng Kwan In dibangun dengan bantuan dana dari penyewaan los bambu yang dijadikan sebagai pasar. Hasil dari pasar itu dipungut untuk pembayaran uang pinjaman tersebut. Pasar tersebut dinamai dengan pasar Tanah Kongsi.[8]
Pembangunan dimulai pada tahun 1893 hingga selesai tahun 1905 (tanggal Khong Soe 23 Tahun Theng Yoe). Hal itu dibuktikan dengan adanya batu prasasti yang ada di sisi dalam bangunan kelenteng. Salah satu kesulitan dalam pembangunan kelenteng ini adalah tenaga teknis (tukang kayu) yang sangat sulit didapatkan untuk membangun kelenteng karena arsitektur bangunan kelenteng ini sangat spesifik, dan diluar daerah rantau Tionghoa sedikit sekali ditemukan adanya kelenteng sehingga keberadaan tukang kayu yang bisa untuk melaksanakan pembangunan kelenteng ini juga sangat susah.
Lie Goan Hoat berkata:
“Pekerjaan ini ada memberi pahala pada negeri dan akan mengembirakan hati” [9]

Berdasarkan fakta tersebut maka Kapten Lie Goan Hoat mengutus seorang anaknya yang bernama Khong Teek berlayar ke Tiongkok untuk mencari tukang kayu yang pandai dan ahli untuk membangun kelenteng. Jumlah keseluruhan tukang kayu yang didatangkan dari Tiongkok ini adalah 10 (sepuluh) orang.[10]
Pada tanggal 1 November 1905 pembangunan kelenteng ini rampung, Kelenteng Kwan Im Teng berganti nama menjadi Kelenteng See Hin Kiong. ”Se” berarti barat dan kependekan dari Se Tjong, ”Hin” berarti timbul atau terbit (maknanya agama yang terbit dari “Se Tjong), dan ”Kiong” berarti balairung atau tempat kedudukan. Jika digabungkan, memiliki arti balairung tempat kedudukan keramat yang beragama Budha. See Hin Kiong secara harafiah diartikan “Siapa di antara mereka itu yang keliru pikirannya, di sanalah tempat ia pergi menenangkan diri, bagi orang yang sakit boleh bertanya obat apa harus diambil, orang berdagang bisa beruntung dan orang dalam negeri memperoleh selamat”. [11]
Kelenteng See Hin Kiong memberikan kehidupan yang makmur bagi masyarakatnya karena menghadap ke Bukit Gado-Gado (Gunung Padang) dan menghadap ke aliran air (Sungai Batang Arau). Dari cerita leluhur yang berkembang secara turun temurun, diketahui bahwa dari mulut naga yang ada di atap kelenteng dahulunya selalu menetes air yang tidak henti-hentinya. Air yang mengalir diyakini sebagai air suci yang bisa menyembuhkan penyakit. Air tersebut menjadi kering setelah di pinggir Sungai Batang Arau, tepatnya dihadapan kelenteng dibangun sebuah gedung oleh kapten Tionghoa yang bernama Gho Tjong pada tahun 1906. Kehadiran gedung tersebut diyakini telah menutup fengsui Kelenteng See Hin Kiong, sehingga sejak itu air suci tidak mengalir lagi. Gedung tersebut kemudian dijadikan sebagai Padangsche Spaarbank (Bank Tabungan Padang) pada tahun 1908.
Pada tahun 1962 Kelenteng See Hin Kiong pernah kedatangan Bhikkhu Yang Arya Ashin Jinarakhita yang sekarang dikenal dengan Yang Arya Maha Sthavira Ashin Jinarakkhita Maha Thera (Ketua Shangha Agung Indonesia) beliau merupakan tokoh dan pelopor kebangkitan kembali Agama Buddha di Indonesia. Ia mengubah fungsi Kelenteng See Hin Kiong menjadi tempat pengembangan ajaran Budha Darma, akan tetapi tidak menutup ruang bagi penganut Taoisme dan Konghucu untuk menjalankan ritualnya di Kelenteng See Hin Kiong. Kedatangan Bhikkhu Yang Arya Bhikkhu Ashin Jinarakhita ini melatarbelakangi berdirinya Vihara agama budha di Jalan Kelenteng I/3 Padang yang sekarang kita kenal dengan nama Vihara Budha Warman yang berarti Cahaya/Sinar Buddha.[12]
Perkembangan Agama Buddha semakin pesat dan umatpun semakin bertambah, sehingga Vihara Buddha Warman yang tadinya cukup memadai untuk menampung kegiatan umat Buddha, terasa semakin sempit, dan juga kondisi gedung yang semakin mengkhawatirkan. Meningkatnya penganut Agama Budha dan sumbangan dari berbagai umat Budha yang berasal dari Padang maupun kota lainnya, maka pada tanggal 14 Mei 1989, Vihara Budha Warman dipindahkan ke gedung yang baru di Jalan Muara No.34 Padang.


[1] Hal ini dilihat pada catatan Mahuan maupun Feixin yang mengikuti ekspedisi Zheng He, dan juga catatan Cheng Qingzhao pada masa dinasti Qing
[2] Fengshui merupakan istilah dalam bahasa Tiongkok yang terdiri dari dua buah kata yaitu Feng dan Shui. Feng berarti angin, sedangkan Shui berarti air. Dalam masyarakat Tiongkok, Angin itu melambangkan arah, sedangkan air melambangkan kekayaan. Kata Fengshui diartikan sebagai seni untuk memanfaatkan arah (lokasi) untuk memperoleh kekayaan. Berdasarkan Fengshui, letak yang baik adalah tempat yang dekat sumber mata air, bukit-bukit, gunung-gunung, dan lembah-lembah di sekeliling bangunan. Hal ini karena tempat-tempat tersebut memiliki energi vital yang baik. Santos Chandramuljana. 138 Tanya Jawab FENGSHUI, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004). hlm 2.
[3] Sejak dulu, Fengshui digunakan secara luas oleh masyarakat Tiongkok, khususnya oleh kerajaan-kerajaan Tiongkok dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Dengan banyaknya imigrain Tiongkok ke berbagai penjuru dunia, Fengshui pun banyak dipraktekkan dimana-mana. Banyak gedung di dunia ini yang dibangun berdasarkan Fengshui. Santos Chandramuljana, Ibid. hlm 3.
[4] Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan Popuer Gramedia, 2009), hlm. 99.
[5] Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat. Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Padang. (Padang: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, 2018). Hlm 11
[6] Lonceng (genta) ini merupakan pesanan warga masyarakat Tionghoa Padang ke Tiongkok daerah Hokkian pada tahun 1841 untuk di pakai di Kelenteng See Hin Kiong. Batu Peringatan dari bangsa Hokkian, Tjiang dan Tjoan Tjioe tinggal di padang: membaharui Se Hin Kiong. Padang 1 November 1905
[7] Pandita adalah gelar kehormatan bagi sangha (persaudaraan suci para bhiksu), khususnya diIndonesia, kepada umat buddha yang diakui keahlian dan pemahamannya atas ajaran agama Budha. Kata pandita berarti orang yang bijaksana. Dalam pengertian ini seorang pandita selayaknya menjadi panutan, pembimbing, dan pembina umat lainnya. Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama: Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Konghucu, di Indonesia Bagian I. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993). hlm 182.
[8] Batu Peringatan dari bangsa Hokkian, Tjiang dan Tjoan Tjioe tinggal di padang: membaharui Se Hin Kiong. Padang 1 November 1905
[9] Menurut perkataan dari Kapiten Lie Goan Hoat yang telah berbuat jasa besar itu, tentu “Kwan Im Teng” akan memberi pahala untuk negeri dan bangsa Tionghoa. Supaya jangan lupa dengan asalnya. Batu Peringatan dari bangsa Hokkian, Ibid
[10] Batu Peringatan dari bangsa Hokkian, Ibid.
[11] Batu Peringatan dari bangsa Hokkian, Ibid.
[12] Erniwati, Asap Hio Ranah Minang: Komunitas Tionghoa di Sumatera Barat,(Yogyakarta: Ombak, 2007). hlm 43.

Kondisi masyarakat Tionghoa Padang masa pemerintahan Soekarno.



Pada masa pemerintahan Soekarno etnis Tionghoa diberikan kebebeasan untuk bergerak di bidang politik. Hal ini dilihat dari munculnya orang Tionghoa yang memiliki jabatan sebagai menteri pada masa itu, salah satunya adalah Lie Kiat Teng yang menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Pemerintah Soekarno juga membolehkan etnis Tionghoa mengekspresikan kebudayaan mereka serta menjalankan agama dan keyakinan mereka.
Pada masa Soekarno, pemerintah juga mengeluarkan peraturan yang dianggap diskriminatif di bidang ekonomi yaitu PP No.10/1959 yang isinya melarang orang-orang Tionghoa berdagang di wilayah pedesaan yang melahirkan sejumlah insiden. Insiden ini terjadi karena interaksi antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya tidak terjalin dengan baik. Hal lain yang menjadi masalah utama munculnya peraturan tersebut adalah karena kesenjangan perekonomian yang terlihat jelas antara pedagang Tionghoa dibandingkan dengan pedagang yang berasal dari etnis lain. Peraturan ini membatasi secara tegas peran dan hak ekonomi etnis Tionghoa. Mereka hanya diperbolehkan berdagang sampai tingkat kabupaten dan tidak boleh berdagang di tingkat kecamatan apalagi di desa-desa. Sebagai tandingan dalam persaingan usaha perdagangan antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya, pemerintahan memperkenalkan program Benteng agar mampu mengimbangi para pedagang Tionghoa.[1] Akibat dari kebinjakan ini, orang-orang Tionghoa terpaksa meninggalkan pemukiman mereka yang telah terbentuk di pedesaan-pedesaan. Sepanjang tahun 1959 hingga 1960, himbauan pengusiran terhadap etnis Tionghoa didukung oleh pihak TNI AD. 136.000 orang Tionghoa angkat kaki dari Indonesia menuju negara lain, sedangkan 100.000 di antaranya kembali ke Tiongkok.[2]
Pengusiran terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di desa-desa dampaknya di Padang tidak terlalu terlihat karena Padang merupakan suatu daerah perkotaaan dan merupakan daerah rantaunya orang Minangkabau. Maka peraturan tentang perekonomian yang dikeluarkan pemerintah Soekarno yang melibatkan orang Tionghoa di Padang tidak terlalu berpengaruh.
Masa peralihan kekuasaan berpindah ke tangan Soeharto setelah terjadinya peristiwa G30S. Etnis Tionghoa yang dilabeli sebagai komunis yang dianggap menjadi dalang dalam peristiwa tersebut akhirnya kembali mendapat perlakuan secara khusus. perlakuan khusus tersebut juga berdampak terhadap Klenteng See Hin Kiong di Padang.


Riniwaty Makmur. (2018). Orang Padang Tionghoa: Dima Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang





[1] Justian Suhandinata, WNI Keturunan Cina dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesia. (Jakarta: Gramedia, 2009). Hlm 312.
[2] J.A.C.Mackie. Anti Chinese Outbreak in Indonesia 1959-1968, dalam The Chinese in Indonesia: Five Essays. (Melbourne: Thomas Nelson, 1976). Hlm 82,


Legenda Rakyat Kerinci


Gunung kunyit merupakan gunung berapi yang berada di desa Talang Kemuning (kerinci, Jambi). dikatakan gunung kunyit karena mengeluarkan bau seperti kunyit. konon katanya Gunung kunyit juga terkenal sebagai tempat orang dahulu menuntut ilmu kebatinan (batarak), dahulunya tempat Depati Parbo pernah menenangkan diri untuk mendapat petunjuk kepada sang pencipta untuk dapat mengalahkan belanda. selain cerita di gunung kunyit, kerinci juga mempunyai kisah menarik lainnya, yaitu Danau Kaco. Di balik keindahannya ternyata terdapat kisah pilu yang mana diceritkan bahwa dahulunya dijadikan tempat peristirahatan terakhir putri raja yang sangat cantik di kerinci, dan berbagai legenda kerinci yang hampir sebagian generasi sekarang banyak tidak mengetahuinya lagi dan semakin di tinggalkan.

Simak video pada link berikut ini untuk penjelasan lebih lanjutnya.

klikkk >>>> legenda kerinci

Maaf ya kalau ada suara dr narasumber yg kurang jelas (disarankan memakai headset).

Koment di bawah cerita legenda apa yg ada di daerah mu...

follow instagram : @roberbastian
Facebook : rober.bastian
roberbastian.blogspot.com

Perbedaan Yang di Persatukan





Kota Padang merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan keragamaan etnis. tidak hanya kebudayaan Minangkabau yang berkembang sebagai kebudayaan asli, namun kebudayaan dan ciri-ciri kultur budaya lain turut memperkaya budaya kota Padang. Tionghoa adalah contoh kebudayaan yang ada dan kemudian terus berkembang di wilayah Padang.
Kedatangan etnis Tionghoa sudah terjadi berabad-abad yang lalu menandakan bahwa etnis Tionghoa yang datang ke Indonesia sudah menjadi salah satu etnis yang merupakan bagian dari keberagaman etnis di Indonesia. Asal usul kedatangan bermula dari kepentingan perdagangan, akhirnya menyisakan etnis Tionghoa yang menetap di Sumatera barat termasuk di Padang. Sebagai salah satu etnis yang sudah lama tinggal di Indonesia, posisi etnis Tionghoa sangat dipengaruhi oleh politik negara dimana etnis tersebut tinggal.  Ketika terjadi kudeta tahun 1965 yang diprakarsai oleh kelompok komunis, maka tumbuhlah image yang menyatakan bahwa etnis Tionghoa identik dengan komunis, karena Tiongkok berorientasi kepada komunis. Kedudukan etnis Tionghoa pun berada pada posisi yang dimarjinalkan. Mereka masih tergantung kepada politik pemerintah yang berlaku sehingga mereka seperti dikontrol oleh otoritas yang sedang berkuasa. 
Pada masa pemerintahan Soeharto kebudayaan Tionghoa mengalami pasang surut terutama dengan dikeluarkan kebijakan Intruksi Presiden No.14 Tahun 1967 yang melarang segala aktifitas berbau Tionghoa. Pelarangan kebudayaan Tionghoa menyebabkan budaya Tionghoa hanya untuk etnis Tionghoa saja dan dilakukan secara tertutup dan sederhana. Semenjak dikeluarkannya Inpres No.14/1967 pada tanggal 6 Desember 1967, perayaan Imlek etnis Tionghoa di kota Padang masih bisa dilaksanakan. Hanya saja secara sangat sederhana sehingga imlek sangat sepi dan hanya dalam lingkungan keluarga saja. Perayaan hanya dilaksanakan di dalam gedung perhimpunan atau di rumah marga. Selain itu etnis Tionghoa juga mengunjungi kelenteng untuk melakukan upacara sembahyang. Tetapi apabila rumah mereka memiliki altar, maka sembahyang juga dapat dilakukan di rumah masing-masing. Pada waktu itu kelenteng hanya dihias sederhana bahkan tidak dibolehkan menggunakan pernak-pernik yang terlalu mencolok. Pernak-pernik seperti Tenglong (Lampion) hanya boleh dipasang didalam rumah. Samseng tidak lagi disajikan. Hal yang selalu dilakukan oleh etnis Tionghoa Padang adalah melakukan sembahyang di pagi hari kemudian berkumpul dengan keluarga di rumah keluarga yang paling tertua untuk makan bersama, selanjutnya membagikan Ang pau.
Memasuki era reformasi, tepatnya pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, mencabut kebijakan tentang pelarangan penyelelenggaraan kebudayaan orang-orang Tionghoa di depan umum. Kebijakan ini membawa perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Kota Padang. Konghucu kembali diakui sebagai agama resmi. Kelenteng mulai ramai didatangi oleh umat Tionghoa yang ingin bersembahyang. Pada era Abdurrahman hingga Jokowi Malam puncak pergantian Tahun Baru Imlek dirayakan dengan meriah, dimana adanya bunyi-bunyian petasan dan kembang api yang jarang didapat pada masa Pemerintahan Soeharto. Karena etnis Tionghoa sudah mendapat izin dari pemerintah Daerah untuk merayakan Tahun Baru Imlek. Sehingga perayaan Tahun Baru Imlek sangat jauh berbeda dari masa Pemerintahan Soeharto. Kelenteng kembali berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya masyarakat Tionghoa Padang.

RoberBastian

Ngeri!! Makan di Puncak Panawa


Kami ke puncak penawa sebenarnya di hadapi oleh berbagai pengalaman yang menyedihkan sekaligus menyenangkan, dimulai dengan aksi nekat ke puncak panawa di jam yang tidak seharusnya untuk menuju kesana bagi warga, yaitu dimulai pada masa dimana kota jakarta baru lahir yaitu kisaran 1830 (siap maghrib),dan faktor dimana sudah beberapa tahun belakangan ini juga jarang, bukan jarang bahkan belum ada yg menginjakkan kaki di puncak panawa tersebut untuk beberapa dekade terkahir. Perjalanan yang seharusnya menghabiskan waktu kisaran 3-4 jam, malah memakan waktu 6-8 jam. Bayangkan dengan bermodal kan satu buah senter, kami menjelajahi perbukitan hingga sampai ke seluk beluk yang terdalam, berbagai kejadian kami temukan, mulai dari diketawain monyet, menemukan tanah yang udah kayak di sawah, sampai menemukan perumahan babi di perjalanan.

Setelah beberapa jam, bukan puncak panawanya yang kami temukan malah puncak keputusasaan yang bermunculan di benak diri masing-masing :'( .. kami belum menemukan jalan untuk menuju ke sana, jam udh menunjuk kan waktu sahur, akhirnya kami memutus kan untuk mendirikan tenda di tengah perjalanan.



Dengan perasaan sedih luar biasa sampai tidak meneteskan air mata, Perut pun mulai berdebar kencang seakan berkata,, "Masukan sesuatu, isi kami, isi kami". sebenarnya jatah makan  luar biasa lebih, namun di karenakan keputus asaan tadi, kami mengahambur2kan makanan, makan seenaknya, makan 3 kali 3 jam,setelah mengadakan rapat kecil-kecilan. kami memutuskan untuk turun kembali (Pulang) di saat matahari sudah mulai menampak kan fajarnya karena jalan untuk menuju ke puncak panawa belum juga menampakkan hilalnya.

Jam sudah menunjukkan 7 pagi. Tenda udh di buka, udh tersusun dengan rapi, dan siap2 untuk turun. Tanpa di duga duga, muncul lah sesosok malaikat tanpa sayap dengan tongkat ajaibnya, berhasil nenyihir kami dengan peta ajaibnya, dan berhasil membawa kami kepuncak kejayaan "puncak parawa". 
Malaikat itu bakal saya ceritain di video saya selanjutnta.

Eh, kok deskripsi nya malah ga ada hubungan nya sama video ini ya, judul nya "NGERI!!! MAKAN SIANG DI PANAWA", harusnya mengenai gimana kami bisa makan seperti video ini,, malah deskripsi nya mengenai perjalanan ke panawa. 
Yaudah, saya ga mau ambil pusing, semoga kalian bisa mencerna sendiri kenapa kami, sampe makan kayak begituan di video sana.

Baiklah saya ga mau terlalu cerita terlalu panjang, alhasil nya bisa kalian liat sendiri di video ini.. Makan tanpa minum, dengan tenggorokan kering.. Kami turun ke puncak dengan.. Dengan lapang dada..

Kau harus bisa, bisa, berlapang dada.. Kau harus bisa, bisa, ambil hikmah nya..

Bye

Eh.. jangan lupa kasih jempolnya ya.. serta comment..

Keindahan wisata medan siap manjakan mata





Berkunjung ke medan? Jangan lupa singgahi beberapa destinasi wisata alam dan sejarah berikut ini.


1. Istana Maimun
Istana maimun merupakan istana termegah di indonesia, istana yang bersejarah ini memiliki perpaduan budaya antara Islam, Spanyol, india dan italia. siap memanjakan mata.

2. Danau Toba
Danau yang indah dan terluas se asean ini katanya lebih luas dari singapura. Dan di tengah danau terdapat pulau yang bernama pulau samosir.

3. Batu Gantung
Parapat Batu Gantung berasal dari mitos yang berkembang di Masyarakat Simalungun, legenda ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang dijodohkan dengan lelaki yang bukan pilihannya. Gadis tersebut memilih untuk mengakiri hidupnya, gadis itu terjun ke lubang yang mana di dalamnya terdapat bebatuan, seraya berteriak "Parapat Batu....Parapat Batu" yang berarti merapatlah batu. Dari kisah inilah muncul nama Parapat yang kemudian berkembang menjadi kota wisata tepian Danau Toba. Sangat sejarah sekali.

4. Shopping area
Traveling akan selalu identik dengan wisata belanja, baik untuk titipan kawan, oleh-oleh atau untuk diri sendiri. Di Parapat terdapat pasar yang dapat di jadikan sebagai tempat berburu barang-barang unik khas Batak seperti Tunggal Panaluan, Kaus Etnik Batak dan berbagai souvenir menarik yang kebanyakan bericirikan Danau Toba dan Batak.

Banyak sekali wisata alam dan sejarah yang belum saya ceritakan, jika penasaran wisata alam apa lagi yang ada di medan? Silakan mainkan video di atas hehehe

Oke, Sebagai wisatawan yang baik, ada baiknya kalau bekunjung ketempat ini kita tetap jaga kebersihan. jangan lupa sampah dibawa pulang atau buang ditempat yang seharusnya. Dan juga jaga sikap terhadap warga lokal.

Terima kasih..

Jika suka dengan video ini jangan lupa klik like, serta comment.

wonderfull Bukit Panawa Kerinci





Bukit panawa merupakan puncak yang tidak asing bagi warga semerap di kerinci, jambi. hawanya yang sejuk dan dimanjakan dengan panorama danau kerinci yang terlihat dari puncak tentunya tidak cukup rasanya hanya sekali menginjakkan kaki disini.

Perjalanan yang di tempuh untuk ke puncak menghabiskan waktu kisaran 5-7 jam perjalanan kaki dari perkampungan warga. Di tengah perjalanan kita akan menemukan berbagai flora dan fauna yang membuat perjalanan kita tidak terasa membosankan dan melelahkan. Ditengah perjalanan yang menyenangkan kita akan dimanjakan dengan berbagai jenis ladang yang jarang terjamah oleh penduduk, seperti ladang  kulit manis, ladang apa lagi ya? dan berbagai jenis burung dengan kicauan yang menghibur tentunnya.


Untuk ke sumber air dari puncak panawa kita menghabiskan waktu 10 menit-an. di perjalanan pun juga akan menemukan bebagai sumber air di sungai-sungai kecil yang masih alami pastinya. Banyak sekali keseruan yang bakal kita temukan di puncak panawa tentunya.  jangan ngaku pecinta alam kalau belum ke puncak panawa, apalagi kamu warga kerinci dan kamu lagi yang warga semerap. hehe.

salam..